I.
Pendahuluan
Dalam bukunya Man The Unknown, Dr.
A.Carrel menjelaskan tentang kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat
manusia[1].
Dia mengatakan bahwa pengetahuan tentang
manusia secara khusus belum mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam
bidang ilmu lainnya.
Keterbatasan pengetahuan manusia tentang
dirinya disebabkan oleh :
1. Pembahasan tentang masalah manusia terlambat
dilakukan karena pada mulanya perhatian manusia hanya tertuju pada penyelidikan
tentang alam materi. Pada zaman primitif, nenek moyang kita disibukkan untuk
menundukkan atau menjinakkan alam sekitarnya, seperti upaya membuat
senjata-senjata melawan binatang buas, penemuan api, pertanian, peternakan,
sehingga mereka tidak mempunyai waktu luang untuk memikirkan diri mereka
sebagai manusia.
Demikian pula halnya pada zaman kebangkitan (Renaisance)
para ahli lebih banyak disibukkan oleh penemuan-penemuan baru yang
menguntungkan secara material dan juga mempermudah kehidupan.
2. Ciri khas akal manusia yang lebih cenderung
memikirkan hal-hal yang tidak kompleks. Ini disebabkan oleh sifat akal manusia
seperti dinyatakan oleh bergson tidak mampu mengetahui hakikat hidup.
3. Multikompleksnya masalah manusia
Jika apa yang dikemukakan Carrel itu benar,
maka satu-satunya jalan untuk mengenal baik hakikat manusia adalah merujuk
kepada wahyu Ilahi, karena satu-satunya makhluk yang dalam unsur penciptaannya
terdapat ruh Ilahi adalah manusia.
Untuk mengetahui maksud tersebut tidak cukup
hanya bergantung pada satu ayat atau dua ayat, tapi seluruh isi al Qur’an yang
isinya berkaitan dan menyinggung tentang manusia maka bisa dijadikan rujukan
untuk memahaminya secara keseluruhan.
II. Pembahasan
1. Istilah manusia dalam al Qur’an
Ada 3 kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjuk kepada
manusia[2] :
a. Menggunakan kata yang terdiri dari huruf Alif,
Nun, dan Sin, semacam Insan, Ins, Nas dan Unas.
b. Menggunakan kata Basyar
c. Menggunakan kata Bani Adam, dan Zuriyat
Adam.
2. Tafsir Manusia menurut Tafsir Indonesia
Kata insan
dijumpai dalam al-Quran sebanyak 65 kali. Penekanan kata insan
ini adalah lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derajat yang dapat
memberinya potensi dan kemampuan untuk memangku jabatan khalifah dan memikul
tanggung jawab dan amanat manusia di muka bumi, karena sebagai khalifah manusia
dibekali dengan berbagai potensi seperti ilmu, persepsi, akal, dan nurani.
Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan mampu menghadapi segala
permasalahan sekaligus mengantisipasinya. Di samping itu, manusia juga dapat
mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang mulia dan memiliki kedudukan
yang lebih tinggi dari makhluk lain dengan berbekal potensi-potensi tadi
(Aflatun Mukhtar, 2001:107)[3].
Kemudian kata insan terambil dari akar kata uns
yang berarti jinak, harmonis dan tampak.
Dalam al Qur’an kata insan seringkali
dihadapkan dengan kata jin/jan. Jin adalah makhluk halus yang tidak tampak,
sedangkan manusia adalah makhluk yang nyata dan tampak.
Dengan demikian, kata insan, digunakan al
Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan
raga. Manusia berbeda dengan makhluk lain dalam hal fisik, mental dan
kecerdasan.
Perhatikan surat At Tin ayat 4 :
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya .
Kata nas merupakan bentuk jamak dari
kata insan yang tentau saja memiliki
makna yang sama. Al-Quran menyebutkan kata nas
sebanyak 240 kali.
Penyebutan manusia dengan
nas lebih menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang
tidak dapat hidup tanpa bantuan dan bersama-sama manusia lainnya.
Al-Quran menginformasikan bahwa penciptaan manusia
menjadi berbagai suku dan bangsa bertujuan untuk bergaul dan berhubungan antar
sesamanya (ta’aruf ) (QS. al-hujurat [49]: 13), saling membantu dalam
melaksanakan kebajikan (QS. al-Maidah [5]: 2), saling menasihati agar selalu
dalam kebenaran dan kesabaran (QS. al-‘Ashr [103]: 3), dan menanamkan kesadaran bahwa
kebahagiaan manusia hanya mungkin terwujud bila mereka mampu membina hubungan
antar sesamanya (QS. Ali Imran [3]: 112).
Kata
insan dan nas
inilah yang paling banyak digunakan oleh al-Quran dalam menyebut manusia
(Quraish Shihab, 1996: 280). Di antara ayat al-Quran yang menyebut manusia
dengan kata insan adalah QS. al-‘Alaq (96): 2 dan 5
“Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah
... Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS.
al-‘Alaq [96]: 2 dan 5).
Sedang penyebutan kata nas dalam al-Quran misalnya QS.
al-Hujurat (49): 13
“Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
danbersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah ora ng yang paling takwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.
al-Hujurat [49]: 13).
Kata basyar
secara etimologis berasal dari kata (
ba’, syin, dan ra’) yang berarti sesuatu yang tampak
baik dan indah, bergembira,
menggembirakan, menguliti/mengupas (buah), atau memperhatikan dan mengurus
suatu. Kata basyar juga diambil dari akar kata yang pada mulanya berarti
penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir pula
kata basyarah yang berarti kulit[4].
Menurut al-Raghib al-Ashfahani, manusia
disebut basyar karena manusia memiliki
kulit yang permukaannya ditumbuhi rambut dan berbeda dengan kulit hewan yang
ditumbuhi bulu. Kata ini dalam al-Quran
digunakan dalam maknayang khusus untuk menggambarkan sosok tubuh
lahiriah manusia (Aflatun Mukhtar, 2001: 104-105)[5]. Sedang menurut Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn
Zakariya kata بشر diartikan sebagai ظهور السئ مع حسن وجمال yang berarti tampaknya sesuatu dengan baik dan
indah[6].
Kata basyar digunakan al-Quran untuk menyebut manusia
dari sudut lahiriah serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Kata basyar
juga selalu dihubungkan dengan
sifat-sifat biologis manusia, seperti asalnya dari tanah, yang selanjutnya dari
sperma dan berkembang menjadi manusia utuh (QS. al-Mu’minun [23]: 12-14),
manusia makan dan minum (QS. al-Mu’minun [23]: 33; QS. al-Furqan [25]: 20), dan
seterusnya. Karena itulah Nabi Muhammad saw. diperintahkan untuk menyampaikan
bahwa beliau sama seperti manusia
lainnya. Yang membedakannya hanyalah beliau diberi wahyu (QS. al-Kahfi [18):
110). Kata basyar ini disebutkan al-Quran sebanyak 36 kali
(Quraish Shihab, 1996:279). Allah Swt. berfirman dalam QS. al-Kahfi:
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti
kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah
Tuhan yang Esa". (QS. al-Kahfi
[18]: 110).
Dari sisi lain, banyak ayat-ayat al Qur’an
yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian
manusia sebagai basyar, melalui tahap-tahap sehingga mencapai tingkat
kedewasaan.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu
dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.(Ar Rum:20)
Bertebaran disini bisa diartikan berkembang
biak akibat hubungan seks atau bertebaran mencari rizqi. Kedua hal ini tidak
dilakukan oleh manusia kecuali oleh orang yang memiliki kedewasaan dan tanggung
jawab. Karena itu Maryam merasa heran karena bisa memperoleh anak padahal dia
belum pernah disentuh oleh basyar (manusia dewasa yang mampu berhubungan
seks) (QS Ali Imran :47). Kata Basyiruhunna yang digunakan oleh al
Qur’an sebanyak dua kali (Al Baqarah:187) juga diartikan hubungan seks.
Demikian terlihat basyar dikaitkan
dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul
tanggung jawab. Dan karena itu pula, tugas kekhalifahan dibebankan kepada basyar
(Perhatikan Surat Al Hijr :28 menggunakan kata basyar dan Al Baqarah :30
menggunakan kata khalifah) yang keduanya mengandung pemberitaan Allah kepada
malaikat tentang manusia.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi."
Adapun kata banu
atau bani Adam atau dzurriyatu
Adam maksudnya adalah anak cucu atau keturunan Adam. Kedua istilah itu
digunakan untuk menyebut manusia karena dikaitkan dengan kata Adam, yakni
sebagai bapak manusia atau manusia pertama yang diciptakan Allah dan mendapatkan penghormatan dari
makhluk lainnya selain iblis (QS. al-Baqarah [2]: 34).
Kata bani adam dalam al Qur’an hanya
diulang 7 kali, salah satunya dalam surat al A’raf : 27 dan Yasin: 60 dimana
menunjukkan bahwa manusia itu perlu diingatkan dari musuh yang terkadang tidak
terlihat dan tidak disadari (Syetan). Peringatan ini berkaitan dengan kejadian
adam sebagai manusia pertama.
Eksistensi manusia ternyata tidak luput dari
historisitas keberadaan adam di bumi, sehingga penggunaan kata bani adam untuk
manusia menunjukkan keterkaitan antara manusia dengan adam.
Secara umum kedua istilah ini menunjukkan arti
keturunan yang berasal dari Adam, atau dengan kata lain bahwa secara historis
asal usul manusia adalah satu, yakni dari Nabi Adam (Aflatun Mukhtar, 2001:
109). Namun dzurriyat adam, hanya ada dalam surat Maryam : 58 dimana
dalam ayat ini menunjukkan penggunaan kata dzurriyat adam untuk manusia sudah
mulai dikhususkan, yaitu untuk para Nabi. Jadi dzurriyat adam berarti
adalah para Nabi setelah Adam
Dengan demikian, kata bani Adam dan dzurriyatu
Adam digunakan untuk menyebut manusia dalam konteks historis. Secara
historis semua manusia di dunia ini sama, yakni keturunan Adam yang lahir
melalui proses secara biologis (QS. al-Sajdah [32]: 8). Kata bani Adam
disebutkan al-Quran sebanyak 7 kali, di antaranya dalam surat al-A’raf
(7): 26, 27, 31, dan 35. Dalam QS. al-A’raf (7): 31.
III. Penutup
Demikian konsep manusia dalam al Qur’an sejauh
dari pembacaan dan pencariaan yang sudah kami lakukan. Kesimpulannya, bahwa
istilah manusia dalam al Qur’an terdapat banyak. Diantaranya, insan, basyar,
bani adam dan dzurriyat adam.
Persamaan
antara al-Insan dan al-Basyar dalam al-Qur'an sama-sama
ditempatkan ketika menunjukkan proses awal kejadian manusia, sama-sama
menunjukkan arti manusia secara fisik, Perbedaan
antara al-Insan dan al-Basyar dalam al-Qur'an pada
umumnya kata al-basyar digunakan untuk sifat-sifat positif, sebaliknya
al-insan sering digunakan untuk sifat negatif.
Sedangkan kata bani adam dan dzurriyat
adam menunjukkan keterkaitan historisitas keberadaan manusia dengan manusia
pertama (Nabi Adam).
Mudah-mudahan bermanfaat untuk kita bersama,
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
Wallahu A’lam bi Showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar