Hawa dalam bahasa arab disebut Hawwā, adalah nama perempuan pertama dan manusia kedua yang diciptakan Allah di dunia. Hawa dianggap sebagai Ummul Basyar ("Ibu Umat Manusia"). Secara bahasa arti Hawa adalah "sesuatu yang
hidup" atau juga bisa berarti "hasrat" atau "keinginan". Hawa yang
berarti hasrat atau keinginan adalah sebuah nama yang pantas disematkan,
karena memang manusia ini diciptakan Allah berdasarkan Keinginan-Nya
untuk menciptakan banyak manusia dalam memakmurkan bumi dan menjadi
khalifah di bumi.
Pengetahuan
sejak turun temurun bagi sebagian besar orang, terutama kaum Muslimin,
adalah Hawa sebagai ibu dari sekalian umat manusia diciptakan dari
tulang rusuk Nabi Adam. Bahkan sebagian besar ulama pun sering
menyampaikannya di dalam ceramah-ceramah mereka, bahwa memang Hawa
diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, yang dari keduanya umat manusia
berkembang sampai hari kiamat kelak.
Beberapa
da’i yang berbicara di mimbar-mimbar maupun yang muncul di layar-layar
kaca, tidak sekalipun menyebutkan adanya perbedaan atau polemik ulama
dan fuqaha (ahli fiqh) tentang asal penciptaan Siti Hawa, sehingga
pendapat tersebut layaknya telah baku. Tapi, beberapa ulama kontemporer
tidak sependapat dengan keyakinan umum itu.
Masalah penciptaan ummul bashar (ibu umat manusia) tersebut kembali diangkat oleh sejumlah ulama belum lama ini.
Menurut
Penasihat Menteri Wakaf Mesir, DR. Abdul Ghani Shama mengatakan:
"Ibunda Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam adalah keyakinan yang keliru.
Keduanya (Adam dan Hawa) diciptakan dari materi yang sama, sedangkan
keyakinan yang berkembang selama ini adalah berasal dari "israiliyat"
(kisah-kisah yang tidak jelas asalnya)."
Pernyataan
diatas diamini oleh DR. Aminah Nuseir, Guru besar Aqidah & Filsafat
di Universitas Al-Azhar, Kairo. Katanya: "Banyak kisah tentang
penciptaan Hawa, sebagian menyebutkan dari tulang rusuk bengkok Nabi
Adam, sebagian kisah menyebutkan dari tulang rusuk lurus. Ada juga yang
menyebutkan bahwa saat Nabi Adam terbangun tiba-tiba di sampingnya telah
ada Hawa. Padahal kisah-kisah tersebut tidak ada dasarnya. Semuanya
adalah cerita "israiliyat" yang tidak bisa dijadikan dasar. Akidah
Muslim yang benar adalah baik Adam maupun Hawa berasal dari 'nafsun wahidah'
(diri yang satu) yang sangat jelas dipaparkan oleh Al-Qur`an. Jadi,
tidak perlu ditafsirkan dengan kisah-kisah yang tidak jelas," katanya.
Hal
senada juga ditandaskan oleh pakar Muslim, Abdul Fatah Asakir.
"Pendapat sebagian ulama yang menyebutkan Hawa dari tulang rusuk Nabi
Adam, tidak tepat, karena ia diciptakan dari jenis yang sama," ujarnya.
Selain
itu, kaum feminis barat menuduh bahwa agama-agama samawi adalah agama
yang membenci wanita. Terbukti teks-teks agama yang berkaitan dengan
perempuan selalu berkonotasi negatif. Wanita selalu ditempatkan pada
posisi yang rendah dibanding laki-laki.
Persoalan
kedudukan wanita tidak dapat diketahui dengan baik tanpa mengkaji
terlebih dulu asal usul kejadian wanita, yaitu Hawa. Seperti diketahui,
di antara sebab kenapa semua agama samawi dituduh misogynist (pembenci wanita), karena mengatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk Adam.
Pendapat
ini sebenarnya ada dalam tradisi Kristen, kemudian sebagian ulama
berpendapat bahwa hal itu juga diakui oleh Islam. Namun pendapat ini
pada hakekatnya tidak kuat. Islam tidak menjelaskan secara spesifik
penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam. Secara faktual yang mendukung
hal ini adalah teks-teks Bible.
Berbeda
dengan keterangan Bible, al-Qur`an sama sekali tidak menyebut kejadian
Hawa dari tulang rusuk Adam. al-Qur`an hanya menyatakan bahwa manusia
diciptakan dari “diri” yang satu. Ini berarti Adam dan Hawa berasal dari
“diri” yang sama. Dalam konteks ini, Sayyid Qutb di dalam kitab
tafsirnya mengatakan, masing-masing merupakan dua bagian yang tidak
mungkin dipisahkan (shatray al-nafs al-wahidah).
Seterusnya,
al-Qur`an juga menjelaskan bahwa dari diri yang satu itu, diciptakanlah
pasangan bagi Adam, yaitu Hawa. Surah al-Nisa, ayat 1 menjelaskan: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya;
dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu.”
Namun
dari keterangan ini, kaum feminis muslim kemudian menuduh para ulama
Islam telah mengambil kisah kejadian Hawa dari tulang rusuk Adam, adalah
dari kisah-kisah Israiliyyat.
Sebenarnya,
tidak dinafikan bahwa fakta tersebut diambil oleh sebagian besar ulama
dari kisah-kisah Israiliyyat. Namun, para ulama juga bersandar pada
beberapa hadits yang menjelaskan penciptaan Hawa dari tulang rusuk.
Meski kemudian dari mereka menerjemahkan hadits itu secara literal.
Bunyi Hadits tersebut:
”Dari
Abu Hurairah ra. berkata: ‘Telah bersabda Rasulullah Shallalluh ‘alaihi
wa salam (SAW), jagalah kaum wanita (dengan baik), sesungguhnya wanita
diciptakan dari tulang rusuk (min dil‘)
dan sesungguhnya yang paling bengkok dari tulang rusuk itu adalah yang
teratas, maka jikalau engkau berusaha meluruskannya engkau akan
mematahkannya dan jika engkau biarkannya ia akan kekal bengkok, maka
jagalah kaum wanita (dengan baik)”.
Hadits
tersebut secara harfiyah atau literal artinya, Hawa telah diciptakan
oleh Allah SWT dari tulang rusuk. Namun beberapa persoalan timbul.
Apakah pemahaman hadits secara harfiyah ini betul dan tepat? Mungkinkah
yang dimaksudkan dan dikehendaki oleh Nabi SAW adalah makna majazi dan
bukan makna haqiqi atau literal?
Tidak ada
satu hadits pun yang merinci tentang kejadian wanita dari tulang rusuk
Adam. Yang pasti, yang ingin disampaikan oleh Rasulullah SAW bukan
penciptaan Hawa, tapi memerintahkan supaya lelaki berlemah lembut dalam
hubungannya dengan wanita karena kekerasan tidak akan berdampak baik.
Demikian juga jika membiarkannya, ia akan merugikan kedua belah pihak.
Dengan
memahami hakekat wanita yang sedemikian rupa, lelaki hendaklah bersikap
lebih bijaksana dalam berinteraksi dengan mereka. Atas dasar inilah
Rasulullah SAW menasihati agar kaum wanita dijaga dengan baik, dan
inilah sebenarnya mafhum hadits tersebut.
Selain
itu, terdapat berbagai lafaz yang digunakan dalam matan hadits itu
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari, Ahmad dan Tirmidzi dengan
lafaz yang sedikit berbeda. Riwayat Bukhari dalam Sahih Bukhari dan riwayat Muslim menyebut khuliqat min dil’, sedang dalam riwayat Ahmad disebut khuliqna min dil‘. Namun, terdapat juga riwayat Bukhari, Tirmidzi dan Imam Ahmad dari musnad Samrah bin Jundub yang berbunyi al-mar’atu ka al-dil‘.
Berkaitan
dengan Hadits yang kedua ini, Imam Tirmizi mengatakan disampaikan
melalui riwayat atau jalan lain yaitu oleh Abu Zar, Samrah dan ‘Aishah.
Jika dianalisa dari segi bahasa, perkataaan min dalam bahasa Arab biasanya bermakna ‘dari’, tetapi kadangkala juga bisa bermakna ‘seperti’ (mithl).
Persoalannya
ialah, apakah qarinah untuk membuktikan bahwa yang dikehendaki dan
dimaksudkan hadits ini (hadits yang menyebut frasa ka al-dil‘) adalah ‘seperti’ (mithl) dan bukannya ‘dari’?
Jika diambil prinsip dan kaidah bahwa suatu hadits bisa ditafsiri
dengan menggunakan hadits yang lain, maka makna yang rajih (kuat) bagi
hadits tersebut adalah hakekat kejadian wanita seperti tulang rusuk (ka al-dil‘), bukan dari tulang rusuk. Oleh karena itu, qarinah atau bukti kesahihan makna ‘seperti’ (mithl) dalam hadits ini adalah hadits sahih yang lain.
Walaupun
orang awam biasanya cenderung kepada makna zahir/literal hadits, dan
memberi makna dari ‘tulang rusuk’. Tetapi karena ada hadits yang memberi
pemahaman yang lebih sempurna, maka makna literal harus diganti dengan
metafora atau makna majazi.
Penafsiran
seperti ini sangat cocok dengan pesan yang ingin disampaikan oleh
Rasulullah SAW yaitu adanya persamaan di antara wanita dengan tulang
rusuk. Persamaan tersebut dari segi sifat keduanya yang bengkok,
melengkung atau tidak lurus, dan lelaki harus menerima keadaan itu
dengan hati tanpa mencoba memaksa wanita atau meluruskannya. Dengan
penafsiran yang tematik dan bukan harfiyah ini, hilanglah kemusykilan
bahwa wanita diciptakan dari sebagian kecil anggota badan lelaki yang
memberi konotasi kerendahan asal-usul wanita.
Sebagai perbandingan, coba perhatikan hadits berikut ini secara baik-baik:
“Dari
Abu Qilabah dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW berada dalam satu
perjalanan. Ada seorang budak yang dikenal dengan Anjisyah menarik unta
yang ditunggangi oleh wanita-wanita. Lalu Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai Anjisyah! Pelan-pelanlah, karena yang kamu tarik itu ialah
botol-botol kaca.” Perawi, Abu Qilabah berkata: Maksudnya ialah
wanita-wanita. (HR. Bukhari).
Rasulullah
SAW menggambarkan wanita sebagai golongan yang lembut dari segi
perwatakan dan cukup sensitif. Baginda menyebutkan wanita seperti
botol-botol kaca yang mudah pecah jika tidak dijaga dan diberi
perhatian.
Selanjutnya
apabila diteliti dengan saksama, kekeliruan yang sering terjadi dalam
memahami suatu hadits ataupun ayat disebabkan oleh sikap selektif dan
atomistik. Dalam memahami satu hadits, seseorang harus bersikap terbuka
dan memahaminya dalam kerangka maqasid syari‘ah (objektif
syariah). Demikian juga, seperti juga dalam ilmu tafsir, di dalam ilmu
hadits juga terdapat kaedah menafsirkan hadits dengan hadits yang lain.
Jadi, jelaslah dari kajian ini bahwa yang dimaksudkan oleh hadits asal
kejadian wanita bukanlah makna haqiqi dan literal, tetapi makna majazi atau metafora.
Namun
bagaimanapun, pendapat sebagian ulama tradisional yang menjustifikasi
penciptaan wanita dari tulang rusuk tidak dapat disalahkan secara
mutlak, karena zahir sebagian hadits mengatakan demikian. Bagi ulama
tersebut, penciptaan wanita dari tulang rusuk Adam bukan bermakna
kerendahan dari segi martabat tetapi merupakan simbol hubungan keduanya
yang sangat erat serta saling melengkapi (complementary), sehingga tidak mungkin salah satunya hidup tanpa yang lain.
Kesimpulannya,
kedua pendapat itu boleh diambil karena masing-masing berdasarkan
hadits. Tetapi pendapat yang menolak hadits ini sama sekali, sama saja
dengan menafikan kesahihannya, meski dengan alasan hal itu tidak dapat
diterima dalam konteks zaman sekarang. Pemikiran ini jelas merupakan
pendekatan asing yang tidak ada dalam tradisi Islam.
(Dari beberapa sumber)
Artikel Lainnya:
Islam
- Benarkah Bermain Catur itu Haram?
- Apa Itu Setan?
- Apa Itu Khamar?
- TOKOH ISLAM: Ali Bin Abu Thalib
- TOKOH ISLAM: Zainab binti Khuzaimah
- TOKOH ISLAM: Utsman bin Affan
- Apa Itu Israiliyyat?
- TOKOH ISLAM: Khadijah Binti Khuwailid
- TOKOH ISLAM: Umar bin Khattab
- TOKOH ISLAM: Abu Bakar Ash-Shiddiq
- MAULID NABI: Syariat Agama Atau Syariat Budaya?
- ULUMUL QUR’AN: Penulisan Dan Kodifikasi Al-Qur`an
- Makhluk-Makhluk Bercahaya
- ULUMUL QUR’AN: Makki Dan Madani
- ULUMUL QUR'AN: Pengertian & Nama-Nama Al-Qur'an
- Benarkah Azab Kubur Itu Ada?
- Ternyata Dunia & Akhirat Ada Secara Bersamaan
- Ternyata Dunia dan Akherat Terjadi di Bumi
- Benarkah Maryam Seorang Nabiyyah?
- Menyingkap Misteri Maryam
- Apa Itu Huwa La Huwa?
- Jauhar & ‘Aradh
- Tentang Kasyaf
- Apa Itu Alam Mitsal
:) :(
;)
:D
;;-)
:-/
:x
:P
:-*
=((
:-O
X(
:7
B-)
:-S
#:-S
7:)
:((
:))
:|
/:)
=))
O:-)
:-B
=;
:-c
:)]
~X(
:-h
:-t
8-7
I-)
8-|
L-)
:-a
:-$
[-(
:O)
8-}
2:-P
(:|
=P~
:-?
#-o
=D7
:-SS
@-)
:^o
:-w
7:P
2):)
X_X
:!!
\m/
:-q
:-bd
^#(^
:ar!