Merupakan dampak buruk maksiat adalah membuat pela¬kunya masuk dalam
golongan rendah, padahal sebelumnya, ia disiapkan dalam golongan yang
luhur, Allah menciptakan makhluk-Nya dalam dua golongan, yaitu luhur dan
rendah. Dia menjadikan surga 'llliyyin sebagai tempat menetap bagi
orang golongan luhur dan neraka paling rendah sebagai tempat bagi orang
golongan rendah. Dia menempatkan hamba-hamba-Nya yang taat dalam
golongan yang luhur di dunia dan akhirat, dan menempatkan mereka yang
ahli maksiat dalam golongan rendah di dunia maupun di akhirat
sebagaimana Dia menjadikan para ahli ketaatan sebagai makhluk termulia
di sisi-Nya dan ahli maksiat sebagai makhluk terendah bagi-Nya. Dia
menjadikan kemuliaan atas mereka yang taat dan kehinaan serta kerendahan
bagi mereka yang ahli maksiat.
Dalam Musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi
Saw. bersabda, "Kehinaan dan kerendahan diperuntukkan bagi mereka yang
melawan perintahku. Setiap kali seorang hamba itu melakukan maksiat maka
ia merosot derajatnya hingga ia termasuk golongan yang terendah. Setiap
kali seorang hamba melakukan ketaatan maka derajatnya naik hingga masuk
dalam golongan orang-orang yang luhur."
Dalam hidup, adakalanya seorang hamba itu naik derajatnya, dan
adakalanya merosot. Ini tergantung pada yang mana lebih dominan. Memang,
orang yang naik seratus derajat dan turun satu derajat tidaklah sama
dengan orang yang sebaliknya. Akan tetaoi. bisa iadi seorang hamba
santrat merosot jauh derajatnya sejauh jagat barat dan timur atau langit
dan bumi hingga tidak bisa diganti dengan kenaikan seribu derajat
sekali pun. Ini sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits shahih bahwa
Nabi Saw. bersabda, "Seorang hamba mengatakan satu kalimat yang tidak
dipikirkan dampaknya hingga kalimat itu menyebabkan ia terjerumus ke
dalam neraka yang jaraknya lebih jauh dari jarak antara jagat timur dan
barat." Kenaikan apakah yang dapat membanding! kemerosotan seperti
ini?!
Kemerosotan memang lazim dialami oleh manusia, tetapi di antara mereka
ada yang kemerosotannya disebabkan karena lalai. Jika demikian maka saat
ia telah sadar dari kelalaiannya, ia kembali naik kepada derajatnya
semula atau bahkan lebih tinggi lagi tergantung pada seberapa ia
menyadari kelalaiannya itu.
Ada juga di antara mereka yang merosot kepada hal yang mubah
(dibolehkan) sebab ia tidak berniat memohon pertolongan untuk berbuat
taat. Keadaan seperti ini, apabila hamba tersebut kembali kepada
ketaatan, derajatnya bisa naik kembali seperti semula, tidak sampai
kepada derajat semula, atau bisa juga naik lebih luhur dari derajat
sebelumnya. Mungkin saja, ia kembali kepada tekad yang lebih kuat dari
sebelumnya, mungkin juga lebih lemah atau masih sama seperti sebelumnya.
Di antara mereka .ula juga yang merosot derajatnya kepada suatu
kemaksiatan. Adakalanya dosa kecil atau dosa besar. Jika demikian, ia
dituntut untuk bertaubat dengan tulus dan sungguh-sungguh.
Para ulama berbeda pendapat tentang: apakah setelah bertaubat seorang
hamba kembali kepada derajat semula dengan alasan bahwa taubat itu
menghapus dosa dan menjadikannya seperti tidak pernah terjadi? Ataukah
taubat itu hanya sebatas menghilangkan hukuman dan derajat yang semula
telah lenyap tidak kembali lagi?
Sebagian ulama berpendapat, "Orang yang telah berbuat dosa seperti
keterangan di atas telah menetapkan hati untuk berbuat taat setelah
maksiat yang ia lakukan untuk meningkatkan derajatnya dengan segenap
amal-amalnya yang telah lalu." Ini sama seperti orang yang bekerja
setiap hari dengan hartanya yang ia miliki. Semakin besar modalnya maka
semakin banyak pula keuntungan yang diraihnya. Di kala ia bermaksiat, ia
tidak mendapatkan keuntungan, namun ketika ia bekerja kembali maka ia
pun mendapat keuntungan dari segala usahanya. Tatkala ia telah mengawali
usahanya, berarti ia telah bangkit naik dari kemerosotannya yang dapat
diambil hikmahnya.
Yang lain berpandangan, “Dua orang sama-sama naik derajat yang tinggi,
namun salah satunya mengalami kemerosotan kemudian bangkit kembali, dan
yang lain tidak. Orang yang tidak sama sekali pasti berada di atasnya.”
Syekh Ibnu Taimiyah menilai dua pandangan tersebut dengan penilaian yang
dapat diterima. Beliau mengatakan : “Diantara orang-orang yang
bertaubat itu ada yang kembali naik derajatnya hingga melebihi
sebelumnya. Ada juga yang kembali naik derajatnya sama seperti
sebelumnya. Dan, ada pula diantara mereka yang tidak sampai kepada
derajat sebelumnya.”
Menurutku, ini tergantung pada seberapa kuat kesungguhan dan
kesempurnaan taubat yang dilakukan. Terkadang bisa jadi kemaksiatan yang
telah diperbuat oleh hamba membuatnya merasa hina, rendah, ingin
bertaubat, khawatir, dan takut kepada Allah serta menangis karena-Nya
hingga semua itu menjadikannya kembali meningkat lebih tinggi derajatnya
daripada sebelumnya. Dan setelah bertaubat, ia menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Jika memang demikian, kesalahan / dosa yang ia lakukan bisa
jadi merupakan rahmat baginya karena dapat melenyapkan perasaan sombong
dari dirinya, membersihkan hatinya dari ke-aku-an, membuatnya tunduk dan
merasa hina dan luluh dipintu Tuhannya. Ia dapat mengenali dirinya
sebagai hamba yang sangat butuh akan perlindungan, maaf dan ampunan-Nya.
Ia dapat terlepas dari enggan untuk taat, kesombongan, atau juga merasa
lebih daripada orang lain. Disisi Tuhan, ia pun merasa dirinya termasuk
hamba yang bergelimang salah dan dosa hingga ia tundukkan kepalanya
dihadapan-Nya karena malu, takut, gemetar sebab telah sempat
menyepelekan ketaatan dan mengunggulkan maksiat terhadap-Nya karena
malu. Maka, ia telah mengenal kekurangan dan cela dirinya serta mengenal
bahwa Tuhanlah Yang Maha Sempurna dan berhak atas segala pujian dan
kesetiaan. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam syair:
Hanya Allah tempat puja dan setia
Manusia hanyalah penuh hina.
Alangkah indahnya, jika setiap kenikmatan yang dilimpahkan Allah kepada
hamba, lalu ia merasa bahwa itu adalah kemurahan-Nya yang sebenarnya
tidaklah pantas baginya. Alangkah indahnya, bila setiap bencana dan
malapetaka yang menimpa diri seorang hamba, kemudian ia menganggap hal
itu memang layak ia terima, bahkan yang lebih besar sekalipun. Ia selalu
menganggap Tuhannya sangat baik kepadanya karena tidak menghukumnya
sesuai dengan kejahatan dan kekejiannya. Padahal, hukuman yang
seharusnya ia terima amat berat hingga gunung yang kokoh sekalipuntidak
sanggup memikulnya, apalagi dirinya yang lemah dan tidak bekerja.
Betapa kecilnya dosa, jika dihadapkan kepada Yang Maha Agung, Maha
Besar, Maha Indah lagi Maha Pemberi segala nikmat maka itu merupakan hal
yang paling buruk. Betapa tidak, padahal jika ia dihadapkan kepada para
pembesar maupun para pemimpin manusia, pasti semua orang menganggapnya
hina. Hanya orang paling hina yang menghadap kepada mereka dengan
perbuatan-perbuatan hina. Jika kemudian, bagaimana dengan dzat Yang Maha
Agung, Sang Penguasa langit dan bumi, juga Tuhan seluruh makhluk?!
Seandainya tidak karena rahmat-Nya yang mendahului murka-Nya,
ampunan-Nya yang mendahului siksa-Nya, pastilah bumi berguncang karena
orang menghadap kepada-Nya dengan sesatu yang tidak layak untuk
dihaturkan kepada-Nya. Andaikan tidak karena kemurahan dan ampunan-Nya,
pastilah langit telah lenyap segala kemaksiatan yang diperbuat para
hama. Allah Swt, berfirman:
“sesungguhnya, Allah menahan langit dan bumi supaya tidak lenyap. Dan
sungguh, jika keduanya lenyap, tidak ada seorangpun yang dapat menahan
keduanya selain Allah. Sesunahnya, Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha
Pengampun.(Q.S. Al-fathir [35] :41)"
Cermatilah bagaimana Allah menutup ayat ini dengan dua di antara
nama-nama-Nya, yakni al-Haliim (Maha Penyantun) dan al-Ghafuur (Maha
Pengampun), dan seandainya tidak karena sifat Maha Santun-Nya terhadap
para pelaku kejahatan serta sifat Maha Pengampun-Nya kepada para
pendosa, langit dan bumi pasti lenyap!
Allah Swt. juga telah memberitahukan kekufuran dari sebagian hamba-Nya:
"Hampir saja langit pecah karena ucapan itu, bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh" (Q.S. Maryam [19] :90)
Allah telah mengeluarkan Adam dan Hawa dari surga sebab satu dosa yang
mereka kerjakan hingga mereka melanggar larangan-Nya. Dia juga melaknat
iblis, mengusir dan mengeluarkannya lari kerajaan langit sebab satu dosa
yang ia perbuat hingga ia melawan perintah-Nya. Adapun kita sama halnya
dengan orang olol sebagaimana dikatakan dalam sebuah syair:
Dosa demi dosa terus kita kerjakan, tapi kita berharap dapat mencapai
surga yang penuh kenikmatan abadi Kita tahu bahiva Adam dan Hawa
dikeluarkan dari kerajaan langit yang tinggi sebab satu dosa
Intinya adalah: setelah bertaubat, seorang hamba bisa jadi bih baik dari
sebelum ia berbuat dosa, dan bahkan derajatnya isa naik lebih titfggi
lagi dari sebelumnya. Tapi, mungkin juga Dosa yang ia perbuat dapat
melemahkan tekad, menurunkan niat, dan membuat hatinya sakit hingga
pertaubatannya tidak sanggup untuk mengembalikan kondisinya menjadi
seliat seperti semula, dan ia tidak dapat kembali kepada derajat
sebelumnya. Terkadang, bisa juga sakit itu telah pulih, lalu ia dapat
kembali beramal seperti sedia kala dan sampai kepada derajat
sebelumnya.
Ini semua terjadi jika hamba itu terperosok dalam kemaksiatan. Akan
tetapi, apabila ia terperosok ke dalam perkara yang merusak imannya,
seperti ragu-ragu ataupun sanksi, dan kemunafikan maka itu adalah
kemerosotan yang tidak dapat diharapkan untuk bisa naik kembali kecuali
dengan memperbarui keislamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar