Termasuk dampak buruk maksiat lainnya
adalah mengantarkan pelakunya kepada kehancuran di dunia dan akhiratnya.
Dosa-dosa adalah penyakit bagi hati. Ketika penyakit itu telah berkuasa
di dalam hati, tentu ia akan mematikan hati. Ini ibarat tubuh yang
tidak bisa sehat kecuali jika ia terisi dengan gizi yang menjaga
kekuatannya, bersih dari segala yang dapat merusaknya dan terjaga dari
segala yang membahayakannya. Begitu juga hati, ia tidak akan sehat
kecuali dengan iman sebagai gizinya, amal shalih yang menjaga
kekuatannya, taubat yang tulus yang membersihkannya dari segala yang
merusak, dan terjaga dengan selalu menjaga kesehatannya serta menjauhi
segala yang membahayakan.
Takwa
menuntut adanya tiga hal tersebut di atas. Jika hilang salah satunya,
takwa akan berkurang sesuai dengan ukuran hilangnya hal tersebut. Maka,
sudah jelas bahwa dosa-dosa itu berlawanan dengan tiga hal itu yang
dapat mendatangkan penya-kit, kerusakan, dan menghalangi untuk bertaubat
dengan tulus.
Perhatikanlah
tubuh yang dalam kondisi sakit dan lemah lunglai karena penuh dengan
penyakit! Ia tidak membersihkan dan menjaga dirinya dari
penyakit-penyakit tersebut. Bagaimana mungkin ia bisa sehat?
Seorang penyair mendendangkan sebuah syairnya:
Dengan diet, kau menjaga tubuhmu
karena khawatir akan penyakit yang datang
Dan, lebih utama bagimu untuk menjaga
dari maksiat' karena takut kepada Allah
Termasuk
menjaga kekuatan hati adalah dengan senantiasa melaksanakan
perintah-Nya, termasuk membentengi diri adalah dengan menjauhi
larangan-Nya, dan termasuk membersihkan diri adalah bertaubat dengan
tulus diiringi dengan berbuat baik dan lari menjauh dari perbuatan
buruk.
Jika
semua hukuman dan dampak di atas belum membuatmu jera dan sama sekali
tidak mempengaruhi hatimu, peringatkanlah hatimu dengan hukuman syar'i
yang telah di syariatkan Allah d .m rasuJ-Nya atas tindak kejahatan,
seperti potong tangan bagi pencuri, potong tangan dan kaki bagi
perampok, cambuk bagi penuduh zina muhshan (zina yang dilakukan oleh
orang yang sudah menikah) dan peminum arak, hukuman rajam bagi pezina,
keringanan bagi pezina yang belum menikah, diasingkan selama setahun
bagi yang terperosok dalam hal yang diharamkan, dipenggal kepalanya bagi
yang meninggalkan shalat fardhu dan berkata kufur, dibunuh bagi yang
melakukan hubungan homoseksual, orang yang menyetubuhi hewan, dan juga
hewan yang clisetubuhinya, dibakar rumahnya bagi orang yang tidak mau
berjamaah, dan lain sebagainya sebagaimana telah ditentukan oleh Allah
Swt. sebagai hukuman atas segala kejahatan.
Allah
menentukan hukuman menurut ukuran faktor pendorong dan pencegah
kejahatan. Jika faktor pencegahnya alami dan tidak ada tabiat yang
mendorong untuk melakukannya, ini cukup dengan pengharaman yang tegas
tanpa sanksi, seperti makan kotoran, minum darah, dan makan bangkai.
Jika
faktor pendorongnya adalah tabiat, hukumannya sesuai dengan kadar
kerusakan yang ditimbulkannya dan ukuran faktor pendorongnya. Oleh
karena itu, ketika faktor pendorong berbuat zina itu lebih dominan pada
tabiat manusia, hukuman terberatnya adalah dibunuh dengan kejam, dan
hukuman teringannya adalah di cambuk dengan keras.
Begitu
juga homoseksual, karena juga mengandung dua hal tersebut, hukumannya
juga dibunuh. Oleh karena mencuri itu dari faktor pendorong yang kuat
dan menimbulkan kerusakan yang besar maka hukumannya adalah potong
tangan.
Perhatikanlah
putusan hukum Allah dalam hukum potong tangan yang diberlakukan untuk
hamba yang melakukan kejahatan (mencuri) sebagaimana hukuman potong
tangan dan lalu bagi penyamun bahwa hal itu karena tangan dan kaki
menjadi alat dalam berbuat kejahatan.
Adapun
orang yang menuduh zina, lisannya tidak dipotong sebab kerusakannya
akan lebih parah daripada dosa yang ia lakukan sehingga pelakunya cukup
didera seluruh tubuhnya dengan di cambuk.
Mungkin
saja, ada yang bertanya, "Kenapa pelaku zina tidak dipotong alat
kelaminnya, padahal itu yang ia gunakan bermaksiat?" Ada beberapa
jawaban: pertama, bahayanya lebih besar daripada kejahatan yang
dilakukan sebab hukuman tersebut dapat memutuskan keturunan dan
kematian. Kedua, alat kelamin adalah anggota tubuh yang tertutup
sehingga kalaupun ia dipotong, tidak akan membawa efek membuat jera
kepada yang lain, berbeda dengan hukum potong tangan. Ketiga,
sesungguhnya, jika satu tangan dipotong, masih ada tangan lain yang
menggantinya, berbeda dengan alat kelamin. Keempat, kenikmatan berbuat
zina itu dirasakan oleh seluruh tubuh maka lebih baik hukumannya
mencakup seluruh tubuh, tidak hanya mencakup sebagiannya saja.
Hukuman syariat adalah hukuman yang paling sempurna, lebih rasional, dan juga lebih maslahah.
Kesimpulannya,
hukuman dosa-dosa itu adakalanya berupa hukuman syariat dan adakalanya
hukuman takdir, atau keduanya secara bersamaan. Kedua hukuman tersebut
dapat dihapus dengan cara bertaubat dan berbuat baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar