Jaman keemasan Islam yang berlangsung selama
periode Abbasiyah di Baghdad (750-1258) dan Umaiyah di Spanyol (755-1492),
tinggal kenangan belaka.
"Pada jaman orang-orang Eropa masih menyelam
dalam kebiadaban yang teramat gelap, Baghdad dan Cordova, dua kota raksasa Islam
telah menjadi pusat peradaban yang menerangi seluruh dunia dengan cahaya gilang
gemilangnya." demikian kata Dr. Gustave Le Bone.
Dalam permulaan abad pertengahan tak satu
bangsapun yang lebih besar sumbangannya untuk proses kemajuan manusia selain
dari bangsa Arab. Mahasiswa-mahasiswa Arab sudah asyik mempelajari Aristoteles
tatkala Karel Agung bersama pembesar-pembesarnya masih asyik belajar menulis
namanya. Disekitar abad X, Cordova adalah kota kebudayaan yang ternama di Eropa
dengan Konstantinopel dan Baghdad merupakan kota-kota pusat kebudayaan didunia.
Demikianlah sekilas pandangan bila kita
mempercayai sejarah jaman keemasan Islam dimasa lampau. Ataukah sejarah tersebut
telah mendustai kita ?
Kepada mereka yang menjadi pekerjaannya
silahkan mengadakan penelitian kembali, dan kepada mereka yang mempercayai
catatan sejarah itu bangga dan bergembira hatilah. Lalu bertanyalah: Kenapa
sedemikian mengagumkannya Islam dimasa itu ? Dan kenapa golongan Islam sekarang
ini bisa dipecundangi oleh golongan lain sedemikian hinanya ? Sekian banyak lagi
pertanyaan kita ajukan, tetapi kepada siapa ?
Barangkali belum pernah Islam menghadapi
bencana yang lebih besar dari apa yang mereka hadapi pada dewasa ini. Begitu
besar tantangan yang yang harus dihadapinya sehingga dia dipaksa "menyerah
kalah" kepada "Tuhan dunia" yang baru.
*Tuhan dunia yang baru itu tak lain daripada
kaum Imperialisme, Materialisme, kelompok Eksistensialis, Orientalis dan Atheis
serta Skeptik. Manusia tidak lagi percaya bahwa Tuhan adalah "penyelamat bumi
dan langit" yang Maha Sempurna bahkan sebagian besar orang Islam sendiri sudah
tidak pula mempercayai-Nya.
Mereka mencari ide-ide baru dalam rangka
menyusun sistem kenegaraan yang mereka pikir sangat ideal. Mereka menggali pula
"pendapat" baru untuk menata masyarakat. Dan semua golongan itu mereka temukan
dalam kepada golongan yang telah disebutkan diatas. Lalu mereka memuja isi
kepala (otak) penemu-penemu ide baru itu dan mereka pikir dengan demikian mereka
telah menemukan tatanan baru.
Satu pertanyaan:
Jika manusia telah menemukan tatanan baru yang disebut Ideal itu
benar adanya, mengapa kejadiannya malah sebaliknya ?
Bukan masyarakat ideal yang mereka temui tetapi
malah keadaan masyarakat yang kacau balau !
Diluar kawasan Islam telah terjadi konfrontasi
antara ilmu dengan agama. Hal itu terjadi dalam jaman tengah dibarat. Setiap
keterangan ilmu yang tidak sepaham dengan gereja segera dibatalkan oleh Kepala
Gereja. Itulah yang terjadi pada Astronom Nicholas Copernicus (1507) yang
menghidupkan kembali ajaran orang-orang Yunani dijaman purba yang mengatakan
bahwa bukan matahari yang berputar mengelilingi bumi sebagaimana ajaran gereja
dan tercantum pada Yosua 10:12-13, melainkan bumi yang berputar dan mengedari
matahari.
Galileo Gelilei yang membela teori tersebut
pada tahun 1633 diancam hukuman bakar seandainya dia tidak mencabut kembali
teori tersebut oleh Inkuisisi, yaitu organisasi yang dibentuk oleh gereja
Katolik Roma yang menyelidiki ilmu klenik sehingga sikap gereja yang kaku itu
telah menimbulkan tuduhan bahwa agama menjadi penghalang bagi kemerdekaan
berpikir dan kemajuan ilmu.
Dari keadaan demikian terjadilah berbagai
pemberontakan dari dalam.
Pada tahun 1517 terjadi
reformasi yang dipelopori oleh Martin Luther sehingga menimbulkan kelompok
Protestan.
Pada tahun 1992, yaitu setelah 359 tahun
kecaman kepada Galileo dilontarkan oleh pihak gereja, akhirnya gereja Katolik
Roma secara resmi mengakui telah melakukan kesalahan terhadap Galileo Gelilei
dan Paus Yohanes Paulus II sendiri telah merehabilitasinya.
Rehabilitasi diberikan setelah Paus Paulus
menerima hasil studi komisi Akademis Ilmu Pengetahuan Kepausan yang dia bentuk
13 tahun sebelumnya dengan tugas menyelidiki kasus itu. Komisi ini
memberitahukan, anggota Inkuisisi yang mengecam Galileo telah berbuat kesalahan.
Mereka menetapkan keputusan secara subjektif dan membebankan banyak perasaan
sakit pada ilmuwan yang kini dipandang sebagai bapak Fisika Eksperimental itu.
"Kesalahan ini harus diakui secara jantan
sebagaimana yang Bapa Suci minta", demikian kata ketua Komisi Kardinal Paul
Poupard pada Paus Paulus dalam suatu upacara.
Paulus Yohanes dan beberapa pendahulunya
mengakui bahwa gereja melakukan kesalahan, tapi para ilmuwan mengkritik Vatican
karena tidak bergerak cepat untuk meluruskan masalah itu secara resmi.
Jauh sebelum Paus Yohanes Paulus II
merehabilitasi Galileo, Napoleon Bonaparte seorang tokoh besar Prancis pernah
menyatakan mengenai ketidak seimbangan antara iman dan akal yang telah
diterapkan dalam Bible sehingga dia menjadi murtad dari agamanya tersebut dan
beralih kepada Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang membuka diri
terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi sebagai salah satu sarana
dalam pencapaian kepada Tuhan.
Selanjutnya perkembangan berpikir semakin pesat
dan ilmu pengetahuan pun semakin berkembang dan melahirkan pendapat bahwa segala
sesuatu itu dapat dijangkau oleh daya pikir. Segala sesuatu yang tidak masuk
akal adalah nol, tidak ada. Dalam masa itu muncullah Rene Descartes (1598-1650)
tampil kepanggung revolusi.
Hanya buah pikiran yang terang benderang yang
dapat diterima. Dia berpendapat bahwa alam itu berjalan secara mekanis.
Descartes juga berpendapat bahwa hanya akallah yang menjadi sumber pengetahuan.
Begitu juga dalam soal kenegaraan, Machiavelli
(1469-1527) tampil mewakili pendapat baru. Dia mengobarkan pemisahan gereja dan
agama serta kenegaraan harus dipisahkan.
Ketika Laplace mengantarkan bukunya tentang
Astronomi kepada Napoleon sebagai persembahan, Napoleon bertanya: "Mengapa saya
tidak mendapatkan nama Tuhan dalam buku anda ?" Laplace menjawab : "Baginda, Dia
tidak diperlukan."
Memang Laplace tidak terlalu keliru jika
dilihat dari batasan-batasan fisika Matematik atau Astronomi itu sendiri;
mencampur adukkan teologi dengan Astronomi boleh jadi justru akan menghancurkan
kedua-duanya. Persepsi yang baik dari teori ini mengatakan: "Jangan mengambil
nama Tuhan agar Tuhanmu tidak gagal."
Pada akhirnya tampil pula golongan
Materialisme, paham mana memperkuat barisan anti agama. Golongan Atheisme
kemudian mengatakan bahwa : Tuhan adalah manifestasi dari khayalan manusia, oleh
karenanya agama adalah racun bagi rakyat. Demikianlah kelak yang menjadi doktrin
Karl Marx.
Manifestasi atau sebab dari revolusi pikiran
itu kemudian melahirkan berbagai bentuk filsafat dan tatanan masyarakat "dunia
baru" sebagaimana yang nampak dewasa ini. Salah satu yang jelas adalah
Imperialisme. Kemudian terpisahnya agama dari gelanggang politik dan ekonomi.
Agama yang tersebut diatas dianggap "tidak mampu memberikan interpretasi" atas
kemajuan serta pesatnya ilmu manusia bumi, Dan terakhir tibalah jaman
Individualisme.
Allah Swt telah menentukan bahwa kesadaran
manusia datangnya berangsur, bertahap sesuai dengan perkembangan peradaban yang
Dia tetapkan lebih dahulu.
Dalam hal pentafsiran kitabullah, umat Islam
tidak bisa terpaku hanya kepada penafsiran atau penterjemahan AlQur'an yang
sudah ada saja, sebab seiring dengan perkembangan tata bahasa dan pengertian
serta perkembangan dari peradaban ilmu dan tekhnologi, maka akan banyak pula
istilah-istilah yang lebih tepat didalam pengartian suatu ayat.
Bahasa Arab adalah bahasa yang indah, penuh
khasanah seni, makna serta arti dan sebagainya.
Setiap orang boleh mengungkapkan makna kitab
suci AlQur'an. Karenanya penafsiran AlQur'an bukan monopoli para imam dan
mudjtahid (pemimpin agama dan pemegang wewenang tertinggi dalam bidang hukum).
Islam bukanlah agama yang penuh misteri,
begitupun AlQur'an sebagai kitab sucinya, yang hanya dapat dimengerti oleh
sekelompok jemaah tertentu.
Rasulullah Muhammad Saw tidak meninggalkan
dunia yang fana ini kecuali setelah ia menyampaikan amanat dan menunaikan
risalahnya. Rasulullah kemudian meminta para keluarganya, pengikutnya dan semua
sahabat-sahabatnya untuk menyebarluaskan dan menyampaikan ajaran-ajaran Ilahi
yang telah mereka peroleh darinya.
Bahwa AlQur'an seharusnya dipandang sebagai
sumber dari segala keilmuan, tidak perlu dipermasalahkan lagi bagi umat Islam.
Banyak kaum intelegensia Muslim yang mengungkapkan bagaimana penemuan-penemuan
ilmiah yang paling mutakhir sekalipun ada diungkapkan dengan bahasa simbolik
atau juga nyata dalam AlQur'an.
Secara apriori mengasosiasikan Qur-an dengan
Sains modern adalah mengherankan, apalagi jika asosiasi tersebut berkenaan
dengan hubungan harmonis dan bukan perselisihan antara Qur-an dan Sains.
Bukankah untuk menghadapkan suatu kitab suci dengan pemikiran-pemikiran yang
tidak ada hubungannya seperti ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hal yang
paradoks bagi kebanyakan orang pada jaman ini ?
Sesungguhnya orang yang membaca AlQur'an secara
teliti dalam upaya memahami bagaimana pendiriannya terhadap Sains, ia akan
mendapatkan sekumpulan ayat-ayat yang jelas, terbentang menurut empat bagian
yang semua aspeknya mengarah kepada masalah ilmiah.
1. Masalah-masalah yang berkaitan dengan
hakikat Sains dan arah serta tujuannya mengenai apa yang dapat diketahui dengan
filsafat Sains dan teori makrifat.
2. Metode pengungkapan tentang hakikat-hakikat
ilmiah yang bermacam-macam.
3. Menampakkan sekumpulan hukum-hukum dan
peraturan-peraturan dilapangan Sains yang bermacam-macam, terutama fisika,
geographi dan ilmu hayat.
4. Menghimbau manusia agar mempergunakan
hukum-hukum dan peraturan-peraturan tersebut.
Semua ayat AlQur'an itu diturunkan mengandung
hal-hal yang logis, dapat dicapai oleh pikiran manusia, dan AlQur'an itu
dijadikan mudah agar dapat dijadikan pelajaran atau bahan pemikiran bagi kaum
yang mau memikirkan sebagaimana yang disebut dalam Surah Al-Qamar ayat 17 :
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan AlQur'an
untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran ?"
(QS. 54:17)
"Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Kitab
kepada mereka, Kami jelaskan dia (kitab itu) atas dasar ilmu pengetahuan;
menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
(QS. 7:52)
Surah 3, Ali Imran ayat 7 menyatakan bahwa
AlQur'an terbagi atas dua babak : Muhkamat dan Mutasyabihat.
"Dia-lah yang menurunkan Kitab (AlQur'an)
kepada kamu. Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi
AlQur'an, dan yang lain mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah /perselisihan/ dan untuk mencari-cari
pengertiannya, padahal tidak ada yang mengetahui
pengertiannya melainkan Allah serta orang-orang yang mendalam
ilmunya. Katakanlah:"Kami beriman kepada yang semua
ayat-ayatnya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak
dapat mengambil pelajaran melainkan orang yang mau memikirkan."
(QS. 3:7)
Yang Muhkamat adalah petunjuk hidup yang mudah
dimengerti yang terdapat didalam AlQur'an, termasuk didalamnya masalah
halal-haram, perintah dan larangan serta hal-hal lainnya dimana ayat-ayat
tersebut dapat dipahami oleh siapa saja secara gamblang dan mudah tanpa
memerlukan pemikiran-pemikiran yang berat.
Sedangkan Mutasyabihat adalah hal-hal yang
susah dimengerti karena berupa keterangan tentang petunjuk banyak hal yang mesti
diteliti dan merangkaikan satu sama lain hingga dengan begitu terdapat
pengertian khusus tentang hal yang dimaksudkan, termasuk didalamnya adalah dapat
diungkapkan melalui kemajuan teknologi dan cara berpikir manusia.
Seandainya AlQur'an itu seluruhnya muhkamat,
pastilah akan hilang hikmah yang berupa ujian sebagai pembenaran juga sebagai
usaha untuk memunculkan maknanya dan tidak adanya tempat untuk merubahnya.
Berpegang pada ayat mustasyabih saja dan mengabaikan ayat Muhkamat, hanya akan
menimbulkan fitnah dikalangan umat.
Juga seandainya AlQur'an itu seluruhnya
mutasyabihat pastilah hilang fungsinya sebagai pemberi keterangan dan petunjuk
bagi umat manusia. Dan ayat ini tidak mungkin dapat diamalkan dan dijadikan
sandaran bagi bangunan akidah yang benar.
Akan tetapi Allah Swt dengan kebijaksanaanNya
telah menjadikan sebagian tasyabuh dan sisanya mustayabihat sebagai batu ujian
bagi para hamba agar menjadi jelas siapa yang imannya benar dan siapa pula yang
didalam hatinya condong pada kesesatan.
Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :
"(AlQur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan
petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. 3:138)
Pengertian harakah (gerakan) dalam Islam
berbeda dengan apa yang diungkapkan sebagian doktrin dan agama lainnya.
Pengertian ini timbul sebagai asas dari keselarasan antara pasangan-pasangan ini
: Material dan Immaterial, fisika dan metafisika, bumi dan langit, ilmu dan
iman, manusia dan Allah.
Hilangnya salah satu ujung dari ujung-ujung
perseimbangan ini akan memisahkan agama Allah dari kemampuan untuk bergerak dan
menyebar.
Disini celah-celah pembicaraan mengenai
pendirian dari Sains, tampaklah kerapatan hubungan tersebut secara kokoh, yaitu
kerapatan hubungan antara AlQur'an dan hakikat Sains serta sumbangsihnya.
Namun ini tidak menghalang-halangi kita untuk
memandang bagian-bagian yang sarat akan setiap hakikat Qur'aniah yang bersumber
dari Ilahi, dan tidak bisa dinamai -secara metaphoris atau figuratif- hakikat
ilmiah yang bersumber dari manusia.
Karena disana ada garis pemisah dilihat dari
segi berubah-ubahnya kedua sumber ini, yaitu garis pemisah yang terbentang
diantara ilmu Ilahi dan ilmu Basyari (manusia).
Ilmu Ilahi yang memberi kita sebagian
pemberiannya dalam AlQur'an itu berisi hakikat-hakikat dan penyerahan-penyerahan
yang mutlak. Sesuatu yang batil tidak datang dari depannya dan tidak pula dari
belakangnya, yaitu ketika pemberian-pemberian ilmu Basyari menjadi tertahan oleh
relativitasnya, kekacauannya dan perubahannya.
Dalam ilmu Basyari tiada hakikat final. Para
ilmuwan sendiri -setelah melalui eksperimen dengan segala perlengkapannya-
berkesudahan sampai kepada hasil ini bahwa pemberian-pemberian Sains hanyalah
kemungkinan-kemungkinan belaka, kadang salah kadang tepat, dan
penyingkapan-penyingkapannya adalah penyifatan bagi yang tampak, bukan
interpretasi baginya.
Namun ini tidak berarti bahwa pintu ijtihad
terhadap penafsiran ilmiah ayat-ayat al-Qur'an menjadi tertutup,dengan segala
keterbatasan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang sudah ada, setidaknya kita
mampu membuka pemahaman yang lebih baik dari sebelumnya.
Pandangan ilmiah, walau dipandang sebagai
sesuatu yang sempit dan sepihak, ternyata banyak berjasa bagi umat manusia,
bukan hanya dalam mengembangkan pengetahuan tentang penguasaan terhadap alam
tetapi pengaruhnya terhadap bidang-bidang budaya lain pun sangat besar.
Sejak jaman dahulu ajaran-ajaran pokok agama
telah bercampur-aduk dengan keterangan-keterangan tentang mekanisme alam, baik
yang bercorak ilmiah rancu [pseudoscientific], mitos maupun yang bersifat
legendaris. Intuisi dasar manusia menyatakan bahwa semua kebenaran itu satu dan
saling berkaitan satu sama lain karena itu orang mencampur-adukkan semua hal
secara sembrono; fakta dicampur-aduk dan dikacaukan begitu saja dengan nilai.
Orang yang meyakini kebenaran suatu agama juga
disuruh percaya begitu saja kepada segala macam mitos penciptaan sehingga
kebenaran agama tertutup. Sikap menentang para ilmuwan terhadap agama terutama
disebabkan oleh adanya perbedaan antara ilmu pengetahuan yang telah teruji
mengenai alam dengan mitos-mitos alegorik yang dipaksakan untuk diyakini sebagai
[bukti-bukti] kebenaran tertulis mengenai fakta-fakta kosmologis dan historis
yang ada.
Jasa yang diberikan oleh Sains kepada umat
manusia antara lain terdiri dari pembebasan ajaran-ajaran pokok agama dari
mitos-mitos yang berselubung ilmiah. Dengan perkembangan Sains, maka hubungan
antara Sains dan agama semakin jelas, sedang masalah-masalahnya juga semakin
jelas perbedaannya.
Pada suatu kurun waktu Sains akan mencapai
titik puncak tatkala ia berhasil menjadi filsafat sebagai suprastruktur bagi
keyakinan-keyakinannya yang tertinggi.
Sains akan berkembang terus tanpa batas dan
karena batas batas alam itu tidak ada habisnya maka penemuan tentang rahasianya
pun akan bertambah terus. Namun demikian postulat-postulat Sains yang tertinggi
itu dicipta sekali untuk seluruhnya, dan karenanya tidak dianggap merendahkan
Sains jika teori-teori terdahulu ternyata digantikan oleh penjelasan-penjelasan
lain yang lebih memuaskan sejalan dengan perkembangan observasi dan eksperimen.
Allah mengajarkan bahwa isi AlQur'an itu tidak
lain dari fitrah manusia, petunjuk bagi manusia untuk mengenal dirinya dan
lingkungannya. Sayangnya umat Islam selama ini cenderung lari dan mengingkari
kefitrahan yang dimaksudkan oleh AlQur'an itu sendiri. Kaum muslimin tidak lebih
mengerti AlQur'an ketimbang orang diluar Islam sendiri. Agama Islam menjadi
asing dalam lingkungannya sendiri, tepat seperti yang disabdakan oleh
Rasulullah.
AlQur'an mengajarkan bahwa tiada iman yang
tidak diuji, karenanya kaum Muslimin harus mempersiapkan diri menghadapai ujian
Allah yang sangat berat sekalipun. AlQur'an juga mengajarkan bahwa ia merupakan
petunjuk yang sebaik-baiknya untuk membina kehidupan umat, itulah kewajiban kaum
Muslimin untuk membuktikan kebenarannya ! Bukan kewajiban Allah untuk
membuktikan kebenaran firmanNya ! Sebab firman itu benar dengan sendirinya.
Dengan modal kejujuran, kita bisa membaca sikap
kita selama ini: meminta, menuntut agar Allah membuktikan kebenaran firmanNya !
Karena kita tidak mengerti apa makna ajaran Allah !
Coba anda belajar pada orang Jepang tentang
ilmu membuat mobil dan orang Jepang akan memberikan buku serta rumus-rumusnya.
Tugas anda adalah untuk membuktikan kebenaran ilmu-ilmu yang anda terima dari
Jepang, dan bukan menagih agar orang Jepang membangun industri mobil di
Indonesia dengan ilmu-ilmu mereka itu, serta bukan pula dengan jalan hanya
menghapalkan dengan melagukan ilmu-ilmu membuat mobil itu semata dengan harapan
anda akan menjadi pintar dengan sendirinya sehingga tiba-tiba anda bisa
menciptakan mobil tersebut dengan sim salabim !
Begitulah AlQur'an, sebagai satu sarana untuk
menghadapi ujian Allah tentang keimanan, kita harus belajar, belajar, berjuang
dan berjuang agar kita bisa merealisasikan kebenaran ayat-ayat itu. Memang tidak
mungkin jika ilmu Allah termuat dengan rinci dalam AlQur'an, karena AlQur'an
sendiri sudah mengkiaskan bahwa ilmu Allah itu tidak bisa dituliskan dengan
tinta sebanyak air dilautan sekalipun.
AlQur'an hanyalah satu petunjuk yang
menunjukkan bahwa Ilmu Allah terdapat dimana-mana, diluar dan dalam diri manusia
itu sendiri. Suatu petunjuk yang sempurna yang harus dikaji dengan otak,
perasaan dan logika pengetahuan. Bukan sekedar menagih kepada Allah untuk
merealisasikan janji-Nya !
"Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min
itu keluar semuanya. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama ? dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya ?"
(QS.
9:122)
Islam terlahir "TIDAK dengan bermahdzab", Islam
adalah satu.
Tidak ada Islam Hanafi, Islam Hambali
atau Islam Syafe'i.
Bahkan 'Islam Muhammad' pun
tidak pernah ada, apalagi Islam Ahmadiyah, Ahlussunnah serta Syiah !
Islam adalah agama Allah, agama yang berdasarkan
fitrah manusia dan agama yang diturunkan kepada semua Nabi dan Rasul sebelum
kedatangan Muhammad Saw.
Seluruh umat Islam bertanggung jawab untuk
menyampaikan dan menyebarluaskan risalah Islam. Tidak ada perbedaan, kecuali
perbedaan kadar dalam memahami Kitabullah dan Sunnah Rasul. Dan tidak ada
seorangpun yang memperoleh izin khusus, sekalipun dia memiliki kemampuan dan
pengakuan yang tertinggi dalam bertabligh untuk dapat menghalalkan yang
diharamkan Allah, atau mengharamkan yang telah dihalalkanNya.
Dan janganlah kamu mengatakan dusta terhadap
apa yang disebut-sebut oleh lidahmu: "ini halal dan itu haram", untuk kamu
ada-adakan kebohongan atas nama Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan
dusta atas nama Allah tiada akan bahagia. (QS. 16:116)
Kondisi umat Islam secara konvensional sekarang
ini telah menunjukkan umat yang terbelakang, cara berpikir yang tidak strategis
tetapi taktis, tidak mengambil prakarsa atau defensif, terbawa inisiatif
kebudayaan dan apologetis yang menyebabkan umat Islam berada diluar garis
perjuangan.
Dalam hal pentafsiran kitabullah, memahami isi
kandungannya, umat Islam tidak bisa terpaku hanya kepada
penafsiran/penterjemahan serta logika orang-orang terdahulu yang yang sudah
pernah ada semata, sebab seiring dengan perkembangan tata bahasa dan pengertian
serta perkembangan dari peradaban ilmu dan tekhnologi, maka akan banyak pula
istilah-istilah yang lebih tepat didalam pengartian suatu ayat, menganalisanya
dengan Ilmu pengetahuan sekaligus memahaminya secara baik.
Setiap orang boleh mengungkapkan makna kitab
suci AlQur'an. Karenanya penafsiran AlQur'an bukan monopoli para imam dan
mudjtahid (pemimpin agama dan pemegang wewenang tertinggi dalam bidang hukum).
Islam bukanlah agama yang penuh misteri,
begitupun AlQur'an sebagai kitab sucinya, yang hanya dapat dimengerti oleh
sekelompok jemaah tertentu.
Manusia dianjurkan oleh Allah melalui Islam
supaya berpikir dan merenungkan kekuasaan serta memperhatikan alam ciptaan-Nya.
Karena berpikir adalah merupakan salah satu dari fungsinya akal yang dimiliki
oleh manusia. Jika akal tidak berfungsi, maka manusia telah kehilangan milik
satu-satunya yang menjadikannya makhluk terbaik dan tidak dapat lagi berperan
dalam kehidupan selaku manusia yang berpredikat Khalifatullah fil ardl.
Para cendikiawan telah sepakat bahwa pikiran
yang bebas dan akal yang kreatif adalah pangkal kemajuan umat manusia, sedangkan
pikiran yang terbelenggu dan akal yang tidak berinisiatif dan hanya pandai
meniru serta bertaqlid buta menjadi penghambat kemajuan individu dan umat.
Oleh sebab itulah Rasulullah Saw mengisyaratkan
kepada umatnya tentang fungsi dan kegunaan akal yang sebenarnya agar manusia
tidak salah menempatkan derajat kemanusiaannya.
Dalam salah satu Hadistnya, Rasulullah Saw
bersabda: Bahwa akal itu terbagi dalam tiga bagian/fungsi. Sebagian untuk
Ma'rifatullah, sebagian untuk Tha'tullah dan sebagian lagi untuk Ma'siatillah.
Golongan Materialis dan sejenisnya menyimpulkan
karena Tuhan itu tidak rasionil dan tidak bisa pula dibuktikan secara
laboratories maka Tuhan itu tidak ada ! Mereka hanya bisa mempercayai sesuatu
kalau ada buktinya, ada barangnya.
Manusia dapat mempercayai atom dan pecahannya
karena ia dapat dibuktikan lewat laboratorium. Begitu halnya gelombang.
Lalu bagaimanakah Tuhan dapat dibuktikan ?
Kenapa orang beragama dan terlebih lagi Islam percaya pada
adanya Allah ?
Emmanuel Kant (1724-1804) seorang filusuf besar
Jerman yang masih besar pengaruhnya sampai sekarang dalam berbagai lapangan
hidup pada jaman Rasionalisme abad ke-18 semboyannya ialah "Sapere Aude" =>
Beranikan mengunakan akalmu !
Namun dalam bukunya Kritik der theoritiche
vernunft ditandaskan bahwa penyelidikan dengan akal benar dapat memberikan suatu
pengetahuan tentang dunia yang nampak itu, akan tetapi akal sendiri tidak
sanggup memberikan kepastian-kepastian dan bahwa berkenaan dengan
pertanyaan-pertanyaan terdalam tentang Tuhan, manusia, dunia dan akhirat akal
manusia tidak mungkin memperoleh kepastian-kepastian melainkan hidup dalam
pengandaian-pengandaian beragam postulat.
E. Kant yang raksasa ahli pikir itu insyaf
bahwa hakekat itu tidak dapat dicapai dengan akal yang terbatas ini. Baru akan
bertemu bila akal dipisahkan dari diri dan dijadikan orang ketiga untuk
mempertemukan si aku dan si dia, padahal itu mustahil.
Untuk mengenal Allah, maka jalan satu-satunya
ialah memikirkan, merenungkan dan menyelidiki makhluk ciptaan-Nya disamping
mengenal sifat-sifatNya yang dapat dijadikan pegangan dan sekaligus akan
melahirkan sifat atau sikap yang terpuji bagi seseorang.
Tanyakanlah pada diri anda sendiri "Mengapa
bumi dan langit bisa sehebat ini, bagaimana
jaring-jaring kehidupan (ekologi) bisa secermat ini, apa yang
membuat semilyar atom bisa berinteraksi dengan harmoni, dan dari mana
hukum-hukum alam bisa seteratur ini ?".
Pada masa lalu, keterbatasan pengetahuan
manusia sering membuat mereka cepat lari pada "sesembahan" mereka setiap ada
fenomena yang tak bisa mereka mengerti (misal petir, gerhana matahari). Kemajuan
ilmu pengetahuan alam kemudian mampu mengungkap cara kerja alam, namun tetap
tidak mampu memberikan jawaban, mengapa semua bisa terjadi.
Ilmu alam yang pokok penyelidikannya materi,
tak mampu mendapatkan jawaban itu pada alam, karena keteraturan tadi tidak
melekat pada materi. Contoh yang jelas ada pada peristiwa kematian. Meski
beberapa saat setelah kematian, materi pada jasad tersebut praktis belum
berubah, tapi keteraturan yang membuat jasad tersebut bertahan, telah punah,
sehingga jasad itu mulai membusuk.
Bila di masa lalu, orang mengembalikan setiap
fenomena alam pada suatu "sesembahan" (petir pada dewa petir, matahari pada dewa
matahari), maka seiring dengan kemajuannya, sampailah manusia pada suatu
fikiran, bahwa pasti ada "sesuatu" yang di belakang itu semua, "sesuatu" yang di
belakang dewa petir, dewa laut atau dewa matahari, "sesuatu" yang di belakang
semua hukum alam.
Kemampuan berfikir manusia tidak mungkin
mencapai zat Tuhan. Manusia hanya memiliki waktu hidup yang terhingga. Jumlah
materi di alam ini juga terhingga. Dan karena jumlah kemungkinannya juga
terhingga, maka manusia hanya memiliki kemampuan berfikir yang terhingga.
Sedangkan zat Tuhan adalah tak terhingga (infinity).
Karena itu, manusia hanya mungkin memikirkan
sedikit dari "jejak-jejak" eksistensi Tuhan di alam ini. Adalah percuma,
memikirkan sesuatu yang di luar "perspektif" kita.
Karena itu, bila tidak Tuhan sendiri yang
menyatakan atau "memperkenalkan" diri-Nya pada manusia, mustahil manusia itu
bisa mengenal Tuhannya dengan benar. Ada manusia yang "disapa" Tuhan untuk
dirinya sendiri, namun ada juga yang untuk dikirim kepada manusia-manusia lain.
Hal ini karena kebanyakan manusia memang tidak siap untuk "disapa" oleh Tuhan.
Tuhan mengirim kepada manusia utusan yang
dilengkapi dengan tanda-tanda yang cuma bisa berasal dari Tuhan. Dari
tanda-tanda itulah manusia bisa tahu bahwa utusan tadi memang bisa dipercaya
untuk menyampaikan hal-hal yang sebelumnya tidak mungkin diketahuinya dari
sekedar mengamati alam semesta. Karena itu perhatian yang akan kita curahkan
adalah menguji, apakah tanda-tanda utusan tadi memang autentik (asli) atau
tidak.
Pengujian autentitas inilah yang sangat penting
sebelum kita bisa mempercayai hal-hal yang nantinya hanyalah konsekuensi logis
saja. Ibarat seorang ahli listrik yang tugas ke lapangan, tentunya ia telah
menguji avometernya, dan ia telah yakin, bahwa avometer itu bekerja dengan benar
pada laboratorium ujinya, sehingga bila di lapangan ia dapatkan hasil ukur yang
sepintas tidak bisa dijelaskanpun, dia harus percaya alat itu.
Karena yakin akan autentitas peralatannya,
seorang astronom percaya adanya galaksi, tanpa perlu terbang ke ruang angkasa,
seorang geolog percaya adanya minyak di kedalaman 2000 meter, tanpa harus masuk
sendiri ke dalam bumi, dan seorang biolog percaya adanya dinosaurus, tanpa harus
pergi ke zaman purba.
Keyakinan pada autentitas inilah yang disebut
"iman". Sebenarnya tak ada bedanya, antara "iman" pada autentitas tanda-tanda
utusan Tuhan, dengan "iman"-nya seorang fisikawan pada instrumennya. Semuanya
bisa diuji. Karena bila di dunia fisika ada alat yang bekerjanya tidak stabil
sehingga tidak bisa dipercaya, ada pula orang yang mengaku utusan Tuhan tapi
tanda-tanda yang dibawanya tidak kuat, sehingga tidak pula bisa dipercaya.
Tanda-tanda dari Tuhan itu hanya autentik bila
menunjukkan keunggulan absolut, yang hanya dimungkinkan oleh kehendak
penciptanya (yaitu Tuhan sendiri). Sesuai dengan zamannya, keunggulan tadi tidak
tertandingi oleh peradaban yang ada. Dan orang pembawa keunggulan itu tidak
mengakui hal itu sebagai keahliannya, namun mengatakan bahwa itu dari Tuhan !!!
Pada zaman Nabi Musa, ketika ilmu sihir sedang
jaya-jayanya, Nabi Musa yang diberi keunggulan mengalahkan semua ahli sihir,
justru mengatakan bahwa ia tidak belajar sihir, namun semuanya itu hanya karena
ijin Tuhan semata.
Demikian juga Nabi Isa, seperti yang tercantum
dalam kitab Yohanes 7 ayat 16 s/d 18 :
Jawab Yesus kepada mereka: "Ajaranku tidak
berasal dari diriku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus aku.
Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal
dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri.
Barangsiapa berkata-kata dari dirinya sendiri, ia mencari hormat
bagi dirinya sendiri, tetapi barangsiapa mencari hormat bagi Dia yang
mengutusnya, ia benar dan tidak ada ketidakbenaran padanya.
Nabi Muhammad Saw
datang membekal AlQur'an sebagai mukjizat terbesarnya sepanjang sejarah
peradaban yang dipenuhi dengan berbagai kandungan ilmu pengetahuan baik
agama/KeTuhanan maupun sisi ilmiah yang beberapa diantaranya baru ditemukan
kebenarannya oleh para ahli diabad ke-20.
Tapi Rasulullah Saw tidak mengklaim bahwa itu
semua hasil karyanya sendiri, melainkan dia mengatakan bahwa itu semua dari
Tuhan sesuai dengan pesan Nabi Isa Almasih didalam Bible yang beredar sekarang.
Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran,
Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan
berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya
itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang
akan datang. (Kitab Injil Yohanes 16:13)
Katakanlah: "Aku bukanlah Rasul yang pertama di
antara Rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku
dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang
diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang
memberi penjelasan". (QS. 46:9)
Inti dari semua penulisan yang baru anda baca
diatas hanyalah satu kesepakatan, yaitu harus adanya keseimbangan didalam
beragama, iman dan akal merupakan perpaduan yang harmonis didalam Islam, seperti
Hadis Nabi yang sering pula diungkapkan oleh K.H.Abdullah Gymnastiar : Jika
ingin dunia maka milikilah ilmu, bila ingin akhirat miliki juga ilmu, bila ingin
keduanya, maka pelajarilah ilmu.