""Nama-nama Nabi""

Nabi Adam as. Nabi Idris as. Nabi Nuh as. Nabi Huud as. Nabi Shaleh as. Nabi Ibrahim as. Nabi Ismail as. Nabi Luth as. Nabi Ishaq as. Nabi Ya’qub as. Nabi Yusuf as. Nabi Syu’aib as. Nabi Ayyub as. Nabi Dzulkifli as. Nabi Musa as. Nabi Harun as. Nabi Daud as. Nabi Sulaiman as. Nabi Ilyas as. Nabi Ilyasa as. Nabi Yunus as. Nabi Zakaria as. Nabi Yahya as. Nabi Isa as. Nabi Muhammad saw.

Senin, 20 Januari 2014

MANUSIA DALAM AL-QUR’AN : Memahami Terminologi Al-Insan Dalam Al-Qur’an

MANUSIA DALAM AL-QUR’AN : Memahami Terminologi Al-Insan Dalam Al-Qur’an


Ada beberapa pendapat  tentang pengertian al-insan secara etimologis. Dalam kamus al-Wâfî karya Abu ‘Amru,  al-insan berasal dari akar kata anasa atau nasiya yang berarti lupa Adapula yang menyebutkan bahwa al-insan berasal dari kata nâsa-yanusu yang artinya berguncang. 
Sedangkan dalam Mufradât Alfâdzi’l-Qur’an, al-Ashfahani berkata, “sebagian berpendapat bahwa manusia disebut insan karena ia tidak bisa hidup sendiri, ia saling menopang kehidupan manusia lainnya. Atau, karena ia berbuat lembut kepada siapa yang berlemah lembut kepadanya. Ada juga yang berpendapat, insan berasal dari kata insiyan, dinamakan demikian karena ia telah diberi amanah oleh Allah tapi melupakannya”.
Hal yang perlu diperhatikan ketika membahas tentang manusia dalam Al-Qur’an adalah terma yang biasa digunakan untuk menunjuk manusia. Paling tidak, ada tiga padanan kata al-insan dalam al-Qur’an;


1.    Basyar.
Kata basyar berasal dari kata basyara yang berarti hasuna (baik), jamula (indah) atau bisa juga fariha (senang) . Mulanya ia adalah penampakan sesuatu dengan baik dan indah, kemudian dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit dan manusia disebut basyar karena kulitnya tampak jelas.
Dalam al-Qur’an basyar biasa digunakan untuk menunjuk manusia sebagai makhluq yang memiliki kebutuhan biologis; makan, minum, istirahat, tidur  dan sebagainya (ya’kulu at-tha’âm wa yamsyi fi’l-aswâq). Kata ini tertera dalam Al-Qur’an sebanyak 35 kali. Sebagian ayat menjelaskan tentang sisi-sisi kemanusian para nabi dan rasul yang menyerupai seluruh manusia secara jelas (Al-Kahfi: 110) dan sebagian lain tidak dinyatakan dengan jelas, walau pada hakikatnya menunjukkan hal tersebut.


2.    Kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin, seperti; al-ins, an-nâs, unâs..
An-nas, dalam al-Qur'an tertera sekitar 240 kali, yang dengan jelas menunjuk kepada keturunan Adam As secara umum. Al-ins, adalah sinonim dari al-insan yang juga berasal dari anasa. Namun penggunaan keduanya dalam Al-Qur’an berbeda; al-ins selalu dihubungkan dengan al-jin dalam hubungan oposisi (kebalikan). Ia tertera dalam Al-Qur’an dalam 18 ayat. Mengapa hubungan oposisi? Karena kita adalah makhluk yang nyata, berbeda dengan jin  yang abstrak, atau biasa kita sebut dengan makhluk halus, yang hidup di alam lain dan tidak tampak oleh mata kita.
Sedangkan al-insan adalah terma yang digunakan tidak terbatas pada manusia sebagai makhluk abstrak (ins), ataupun manusia yang memiliki kebutuhan-kebutuhan biologis (basyar), tapi ia digunakan untuk menunjuk manusia dengan segala totalitasnya, yang berbeda dengan makhluk lain dan diberi amanah untuk menjadi khalifatu’l-Lahfi’l-ardl.    


3.    Bani Adam dan Dzurriyat Adam                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                
Yaitu, seluruh keturunan dan anak cucu Adam As.
Asal Mula Penciptaan Manusia
فلينظر الانسان ممّ خلق
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. (QS. At-Thariq: 5)
Allah memerintahkan manusia untuk merenungi asal penciptaannya. Ia juga menjelaskan setiap priode hidup manusia dalam Al-Qur’an, sejak awal penciptaan hingga ia dibangkitkan kembali. Sebenarnya, ada pelajaran yang ingin disampaikan Allah kepada manusia. Tidak sekedar agar manusia tahu tahap demi tahap priode itu berlangsung, tapi agar saat mereka membaca ayat tersebut mereka dapat menyesuaikan apa yang dijelaskan oleh Al-Qur’an dengan priode hidup yang mereka jalani. Jadi ada usaha untuk memadukan antara teks dan realita. Saat hal itu mampu manusia lakukan, akan ada pengaruh dalam hati mereka, seakan-akan ayat itu berbicara khusus kepada mereka. [1]
يا أيها الناس ان كنتم في ريب من البعث فانا خلقناكم من تراب ثم من نطفة ثم من علقة ثم من مضغة مخلقة وغير مخلقة لنبين لكم و نقرّ في الأرحام ما نشاء الى أجل مسمّى ثم نُخرجُكم طفلاً ثم لتبلغوا أشدكم ومنكم من يتوفى ومنكم من يرد الى أرذل العمر لكيلا يعلم من بعد علم شيئاَ
“Wahai manusia, jika kamu masih meragukan hari kebangkitan, sesungguhnya Kami ciptakan kalian dari tanah kemudian dari tetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kalian. Dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi kemudian(dengan berangsur-angsur) kalian sampai pada kedewasaan dan di antara kalian ada yang diwaftkatan dan(adapula) yang dipanjangkan umurnya sampai pikun supaya dia tidak mengetahui sesuatu yang dulu diketahuinya…” (QS. Al-Hajj: 5)
Adapun tentang asal mula penciptaan manusia, selain ayat di atas, ayat di bawah ini  juga menjelaskan hal tersebut:
ولقد خلقنا الانسانَ من سلالةٍ من طينٍ*  ثم جعلناه نطفةً في قرارٍ مكينٍ * ثم خلقنا النطفةَ علقةً فخلقنا العلقةَ مضغةً فخلقنا المضغةَ عظاماً فكسونا العظامَ لحماً ثم أنشأناه خلقاً آخرَ فتبارك الله أحسنُ الخالقينَ
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh(rahim). Lalu air mani itu Kami jadikan segumpal darah, segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.  Kemudian Kami jadikan dia makhluq yang berbentuk lain. Maha suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik”.(QS. Al-Mu’minun: 12-14)
Fase Penciptaan Manusia Dari Tanah
Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa manusia dicipta dari sulâlâh min thin. Dalam menafsirkan ayat ini, ada beberapa pendapat ulama. Pertama, Alfarisi dan Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-insan dalam ayat ini adalah nabi Adam As yang diciptakan dari saripati (sulâlâh) setiap jenis tanahKedua, pendapat Abu Shalih, yang mengatakan bahwa al-insan adalah bani Adam dan sulâlâhadalah nabi Adam. Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa sulâlâh min thin adalah sperma dan sel telur, keduanya berasal dari makanan, dan makanan asalnya adalah tanah. [2]
ولقد خلقنا الانسانَ من سلالةٍ من طين
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati(berasal) dari tanah”. (QS. Al-Mu’minun: 12)
Jika kita telaah ayat-ayat Al-Qur’an, ada beberapa kata yang digunakan untuk menunjukkan asal penciptaan manusia. Untuk itu beberapa mufassir mencoba berijtihad membuat urutan priode dari kata-kata tersebut sesuai dengan penciptaan Adam dan anak cucunya; [3]
  1. Debu(من تراب,) menunjukkan pada penciptaan awal.
  2. Tanah liat(من طين) menunjukkan pada bercampurnya tanah dan air.
  3. Lumpur hitam yang dibentuk (من حماء ٍمسنون) menunjukkan pada tanah liat yang sudah dibentuk dan sedikit berubah karena udara.
  4. Tanah yang lekat atau tetap (من طين لازب), menunjukkan pada tanah liat yang sudah memiliki bentuk yang tetap.
  5. Tanah liat yang kering ( من صلصالٍ من حماء ٍمسنون) menunjukkan bahwa tanah yang memiliki bentuk tetap tadi sudah kering dan bisa menimbulkan suara.
  6. Tanah kering seperti tembikar (  من صلصالٍ كالفخَّارِ,) yaitu yang sudah disempurnakan dengan memasukkannya ke dalam api, seperti porselen.
  7. Kemudian Allah Swt. mengabarkan tentang ditiupnya ruh kedalam jasad tadi dan sempurnalah penciptaannya.
Fase Penciptaan Dalam Rahim
يخلقكم في بطون أمهاتكم خلقاً من بعد خلق في ظلمات ثلاث
“Dialah (Allah) yang menjadikan kalian dalam perut ibu kalian kejadian demi kejadian, dalam tiga kegelapan”(QS. az-Zumar: 6)
1.  An-Nuthfa
 ثم جعلناه نطفةً في قرارٍ مكينٍ
“Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)”. (QS. Al-Mu’minun: 12-14)
Inilah fase awal terjadinya manusia. Nuthfah adalah air mani yang berasal dari sperma laki-laki dan sel telur wanita, dan masing-masing  memiliki peran seimbang. Ayat di atas dimulai dengan sebuah kataثم  yang mungkin tidak membutuhkan waktu lama untuk membahasnya. Tapi, berapa lama jarak antara penciptaan Adam dan penciptaan kita dari nuthfah?
Kata ini meski sederhana tapi memiliki makna yang dalam. Tsumma dalam ayat ini, menunjukkan hubungan antara permulaan species, Adam As.(sebagai manusia pertama), dan permulaan setiap manusia. Betapa antara Adam dan setiap manusia di dunia memiliki hubungan yang terus berkesinambungan dan tak pernah terpisah. Jika saja ada di antara hubungan itu yang terpisah, maka adakah manusia lain selain keturunan Adam? [4]
Nuthfah(zygote), yang merupakan hasil dari pembuahan ovum oleh sperma, terus berkembang dalam rahim ibu, membelah dan menjadi bagian-bagian yang lebih banyak. Ia bergerak dalam rahim ibu dan mendapatkan makanan dari sari-sari makanan ibu yang ada di dalamnya. Saat sel-sel tadi terbelah, ada kejadian di mana sel terbelah sempurna menjadi bagian-bagian yang sama dan berkembang menjadi 2 individu yang kita kenal dengan kembar identik. Nuthfah terus berkembang, ia mengelompok dan menjadi gumpalan darah yang disebut ‘Alaqoh[5]
2.  Al-’Alaqoh (Merula)[6]
ثم خلقنا النطفةَ علقةً
Lalu air mani itu Kami jadikan segumpal darah (QS. Al-Mu’minun: 14)
Pada awalnya ‘alaqoh bergerak bebas di dalam ovarium dan mendapatkan makanan dari sari makanan ibu. Kemudian secara perlahan, ia bergerak keluar dari ovarium dan mulai menempel di dinding rahim, untuk berproses menjadi mudghah.
3.      Al-Mudghah
فخلقنا العلقةَ مضغةً
Maka segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging. (Al-Mu’minun: 14)
Mudghah adalah gumpalan daging yang manjadi wadah dari gumpalan darah. Fase ini dimulai pada minggu ke-4 masa kehamilan dan dikenal dengan fase awal tumbuhnya anggota vital dari tubuh manusia. [7]
Mudghah inilah yang kemudian membelah dirinya menjadi 2 lapisan, yaitu:
-          Mukhallaqoh (Lapisan Dalam)
Mudghah Mukhallaqoh, yang sempurna kejadiannya, atau lapisan dalam dari mudghah inilah yang kemudian berproses menjadi embrio atau calon bayi
-          Ghairu Mukhallaqoh (Lapisan Luar)
Mudghah Gairu Mukhallaqoh, yang tidak sempurna kejadiannya, atau lapisan luar dari mudghah, kemudian berproses menjadi plasenta atau ari-ari yang di antara fungsinya adalah untuk menyalurkan makanan kepada bayi. [8]
4.      Al-’Idzâm dan Al-Lahm[9]
فخلقنا المضغةَ عظاماً فكسونا العظامَ لحماً
“Dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging”. (QS. Al-Mu’minun: 12-14)
Sebagian Mufassir mengatakan bahwa perubahan gumpalan daging menjadi tulang belulang bisa seluruhnya, bisa pula sebagian dari daging. Dan setelah diadakan penelitian ilmiah, proses perubahan menjadi tulang hanya melibatkan sebagian dari gumpalan daging.
Mengapa Al-Qur’an memisahkan fase gumpalan darah dan fase pembentukan tulang? Allah A’lam- karena Al-Qur’an mengidentifikasikan setiap fase sesuai proses terpenting yang terjadi, pada fase ini yang terpenting adalah pembentukan tulang, yaitu berubahnya mudghah menjadi ‘idzam, atau gumpalan kecil darah menjadi tulang belulang yeng merupakan rangka dari tubuh manusia.
Bersamaan dengan perubahan menjadi tulang, muncul pula daging lengket yang membungkus tulang. Menurut ilmu kedokteran, hal ini terjadi pada minggu ke-4, karena ilmu kedokteran tidak memisahkan antara fase mudghah‘idzam dan lahm. Tapi ada kesesuian dengan Al-Qur’an tentang urutan kejadian setiap fase pada minggu ke-4 ini.
5.      Al-Khalq Al-Akhar
ثم أنشأناه خلقاً آخرَ فتبارك الله أحسنُ الخالقينَ
“Kemudian Kami jadikan dia makhluq yang berbentuk lain. Maha suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik”. (QS. Al-Mu’minun: 14)
Ayat ini menjelaskan tentang proses kejadian manusia dalam kandungan setelah melewati 4 bulan pertama, yang oleh sebagian ulama disebut dengan dzulumat tsalats (40 hari pertama di dalam ovarium, 40 hari kedua, sejak ‘alaqoh dalam ovarium berproses menjadi mudghah dan berpindah ke dalam rahim. 40 hari terakhir, saat embrio terbungkus kuat dalam suatu selaput yang disebut Tuba Fallopy (kulit ketuban). [10]
Kata ansya-a yang digunakan dalam ayat ini, menunjukkan ketelitian penciptaan manusia, karena kata insya’berarti mencipta sesuatu dan mengatur/mendidiknya. Adapun tentang khalq akhar, Ibnu Katsir mengatakan bahwa proses perubahan manusia menjadi khalq akhar adalah saat dimana Allah meniupkan ruh hingga ia menjadi makhluk yang memiliki pendengaran, penglihatan, pengetahuan gerakan dan sebagainya. Serupa dengan Ibnu Katsir, Al-Khudzri, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi hatim menafsirkan ayat tersebut dengan penafsiran yang sama.
Ada pula yang menafsirkan ayat tadi dengan lahirnya manusia atau  tumbuhnya rambut, tumbuhnya gigi atau perubahan keadaan setelah lahir ke dunia, dari sejak baru lahir kemudian menyusui, dan seterusnya hingga mati.[11]
Pada hakekatnya, pertumbuhan janin dalam rahim berbeda antara satu dan lainnya, sebagaimana perbedaan pertumbuhan manusia setelah dilahirkan. Maka, setelah memasuki bulan ketiga dari masa kehamilan, terjadi perbedaan perkembangan antar tiap janin. Tapi, setiap janin yang sudah memasuki bulan keempat, akan memasuki fase baru dalam pertumbuhannya, karena telah memiliki organ-organ vital dalam dirinya.
Demikian janin terus berkembang hingga saat memasuki usia 7 bulan, ia sudah dapat bertahan hidup dengan organ tubuh yang lengkap tapi belum sempurna. Setelah berusia 9 bulan, maka ia mulai siap dilahirkan ke dunia.

[1] Dr. Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil’l-Anfus Baina Al-Qur’an wa Al-Ilmi’l-Hadits, Dâr el-Salâm, Cairo, cet. III, 2004, hal. 70.
[2] Ibid, hal. 71
[3] Ibid, hal. 73
[4] Ibid, hal. 75
[5] Dr. Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil’l-Anfus Baina Al-Qur’an wa Al-Ilmi’l-Hadits, Dâr el-Salâm, Cairo, cet. III, 2004, hal. 70.
[6] Muhammad Idris Jauhari, Membentuk Generasi Robbi Rodliyya, Pustaka Hikmah Perdana, Surabaya, Cet. I, 2005, hal.53-54
[7] Dr. Muhammad Izzuddin Taufiq, op. cit., hal. 118.
[8] Muhammad Idris jauhari, op. cit., hal. 55.
[9] Dr. Muhammad Izzuddin Taufiq, op. cit., hal. 121-122.
[10] Muhammad Idris jauhari, op. cit., hal. 53-55.
[11] Dr. Muhammad Izzuddin Taufiq, op. cit., hal. 138.
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar